Isu Global Warming
Salah satu isu yang saat ini menjadi sorotan utama didunia ini selain isu persenjataan nuklir, terorisme, dan lain-lain yaitu adanya isu pemanasan global “global warming” atau sering juga disebut efek rumah kaca. Sejak adanya revolusi industri (peralihan penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin) di Eropa tidak bisa dibantah bahwa negara-negara lain pun semakin meningkatkan kemampuan teknologinya agar dapat bersaing diantara negara-negara maju. Ini mengakibatkan sektor perindustrian diberbagai negara menjadi sangat naik, seperti di Amerika Serikat, China, dan negara-negara uni Eropa.
Dengan kemajuan teknologi dan informasi yang sangat pesat , berbagai negara sedikit banyak telah menyumbang berbagai jenis gas-gas, zat-zat, polutan. emisi, serta segala apapun yang sifatnya dapat mencemari bahkan merusak atmosfer planet kita ini. Pada kasus pemanasan global, gas pembuangan sisa industri dan transportasi kita ketahui telah menjadi faktor utama penyebabnya.
Dalam bidang industri misalnya, saat ini masih banyak yang menggunakan batu bara sabagai bahan bakar utama yang sisa pembakarannya jelas memiliki kandungan-kandungan berbahaya bagi lapisan ozon bumi. Kemudian pada bidang transportasi penggunaan kendaraan bermotor yang saat ini grafiknya menanjak di hampir semua negara jelas makin memperburuk keadaan atmosfer bumi ini dengan emisi yang dibuangnya (walaupun di berbagai negara maju sudah dianjurkan penggunaan alat transportasi ramah lingkungan) .
Apa Bentuk Partisipasi PBB dalam Mengurangi Efek Rumah Kaca?
PBB telah beberapa kali mengadakan sebuah konvensi atau protokol-protokol yang diselenggarakan di berbagai negara dalam rangka kepedulian terhadap bumi terutama masalah yang menyangkut isu global warming. Sebelum diadakannya protokol Kyoto, PBB sebelumnya telah mengadakan konvensi di Wina (Austria), Rio de Janeiro (Brasil), dan protokol Montreal (Kanada) yang isinya dirancang untuk melindungi lapisan ozon dengan meniadakan produksi sejumlah zat yang sangat berpengaruh besar terhadap berkurangnya atau menipisnya lapisan ozon.
Protokol Kyoto
“Protokol Kyoto adalah sebuah persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990 (namun yang perlu diperhatikan adalah, jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah emisi pada tahun 2010 tanpa Protokol, target ini berarti pengurangan sebesar 29%). Tujuannya adalah untuk mengurangi rata-rata emisi dari enam gas rumah kaca – karbon dioksida, metan, nitrous oxide, sulfur heksafluorida, HFC, dan PFC – yang dihitung sebagai rata-rata selama masa lima tahun antara 2008-12. Target nasional berkisar dari pengurangan 8% untuk Uni Eropa, 7% untuk AS, 6% untuk Jepang, 0% untuk Rusia, dan penambahan yang diizinkan sebesar 8% untuk Australia dan 10% untuk Islandia.”
( http://id.wikipedia.org/wiki/Protokol_Kyoto)
Protokol Kyoto merupakan salah satu dari banyak Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) , yang mungkin merupakan kelanjutan dari “Pertemuan Bumi” di Rio de Janeiro pada tahun 1992. Protokol ini diadakan di kota Kyoto, Jepang dan ditandatangani pada tanggal 11 Desember 1997. Semua pihak dalam UNFCCC dapat menandatangani atau meratifikasi Protokol Kyoto, sementara pihak luar tidak diperbolehkan.
Buat lebih jelasnya, isi dari protokol Kyoto secara lengkap ada di (http://unfccc.int/resource/docs/convkp/kpeng.html.)
Sejak dimulainya pemberlakuan persetujuan pada bulan Februari 2005, protokol ini sudah diratifikasi oleh 141 negara, yang mewakili 61% dari seluruh emisi menurut protokol ini. Negara-negara tidak perlu menandatangani persetujuan tersebut agar dapat meratifikasinya, penandatanganan hanyalah merupakan aksi simbolis saja. Hingga tanggal 3 Desember 2007, 174 negara telah meratifikasi protokol tersebut, termasuk Kanada, Tiongkok, India, Jepang, Selandia Baru, Rusia, Bulgaria, Rumania, dan 25 negara anggota Uni Eropa Indonesia sendiri sudah mendukung Protokol Kyoto sejak 24 Juni 2004.
Ada hal yang cukup menarik, pada protokol Kyoto ini juga diberlakukan sistem jual beli emisi. Setiap negara-negara industri yang telah menyetujui Protokol Kyoto dapat melakukan jual beli emisi untuk menjual atau membeli batas emisi sesuai Protokol Kyoto. Misalnya saja Rusia yang saat ini memiliki emisi gas rumah kaca masih di bawah kuotanya, bisa saja mengadakan perjanjian untuk menjual ‘emisi’ kepada negara Kanada yang emisinya di atas kuota Protokol Kyoto.
Konflik Dalam Peratifikasian Protokol Kiyoto
Namun ada dua negara yang telah menandatangani namun belum meratifikasi protokol tersebut: yaitu Amerika Serikat (tidak berminat untuk meratifikasi) dan Kazakstan. Ada seorang narasumber (dosen) yang mengatakan bahwa Amerika Serikat memiliki alasan tersendiri mengapa tidak meratifikasinya, mereka membawa nama Inggris sebagai alasannya. Mengapa? Karena pada tahun 1992-1997 memang telah terjadi pengurangan emisi sebesar 10% di daratan Eropa, namun Amerika berpendapat bahwa ini semata-mata diakibatkan bukan karena kesadaran masyarakat Eropa akan pengurangan emisi yang dihasilkannya atau kesadaran dalam menanggulangi masalah global warming. Namun pada era tersebut telah terjadi peristiwa penutupan daerah-daerah tambang di Inggris oleh Ratu Elizabeth pada saat itu. Ini merupakan salah satu kecerdikan Amerika dengan beribu alasannya, mungkin untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan terburuk jika ikut meratifikasi protokol Kyoto mengingat Amerika merupakan negara dengan sektor industri terbesar selain China.
Pada awalnya Amerika, Australia, Italia, Tiongkok, India dan beberapa negara berkembang telah bersatu untuk melawan strategi terhadap adanya kemungkinan Protokol Kyoto II atau persetujuan lainnya yang bersifat mengekang. Namun pada sekitar awal Desember 2007 Australia akhirnya ikut seta meratifikasi protokol Kyoto setelah terjadi pergantian pimpinan di negera tersebut..
Namun meskipun delegasi Amerika tidak menyetujui protokol ini, tidak sedikit warganya yang menentang kebijakan negaranya tersebut misalnya dengan mengkampanyekan dukungan terhadap Protokol Kyoto melalui gerakan untuk mendukung Protokol Kyoto yang dilakukan oleh beberapa universitas terkemuka di Amerika Serikat. Nama gerakan ini yaitu ”Kyoto Now!”.
Konvensi-konvensi yang diadakan di Wina, Rio de Janeiro, Kyoto, Montreal dan yang terbaru di Bali serta Kopenhagen merupakan awal baik dalam menanggulangi masalah global warming, karena ini bukan hanya menyangkut masalah satu atau dua negara saja, namun menyangkut seluruh negara beserta seluruh penduduk dunia. Dengan protokol ini, semoga saja para politisi dan penduduk seluruh dunia akan menyadari pentingnya membuat kesepakatan internasional dan semoga saja planet kita akan semakin baik kedepannya. (ammin)
Just Remember ! ! !
O N E man ONE three! ! nggak sulit . .Mudah asal ada niat. . .
Sumber :
candra,Menurut anda apakah dengn adanya konferensi yang berbicara masalah global warming telah memberikan suatu efek guna mengurangi efek pemanasan global itu sendiri ? atau hanyalah sebuah opini belaka?
oke trimakasii pertanyaan supernya . .
Setidaknya negara-negara yg mengikuti konferensi2 tersebut sebagian besar adalah negara maju dan berkembang. . kita tau kan negara-negara maju dan berkembang merupakan penghasil emisi terbesar dengan banyaknya industri, alat transportasi, dsb ! ! Setidaknya mereka (terutama negara maju) akan lebih memperhatikan lagi dampak2 yang akan terjadi jika mereka terusmenerus dengan industri mereka, penambangan mereka, dll. . yiaaa kalo negara2 maju dan berkembang sadar, maka dengan sendirinya akan mengurangi perindustrian dllnya,, sehingga mungkin efeknya dapat dirasakan setelah beberapa tahun atau puluhan tahun mendatang. .
Candra !! nais mau nanya aja yaaah ..
jual beli emisi itu sistem kerjanya kaya gimana siih ?? apa dalam prosesnya menggunakan uang?? masih gak ngerti niih ..
terus satu lagi, kekurangan dan kelebihan dari protokol itu sendiri apa aja?
maksi yaaah..
Oke nice bgt pertanyaannya 🙂
Moon maaf nih nais klo jawabannya kurang memuaskan, karena dari sumber yang saya dapatkan belum ada yang menjelaskan skema penjualan yang seperti apanya. .
jual beli kuota emisi disebut Emissions trading . . atau disebut juga Carbon trade (jual beli karbon) . .Jadi si negara penjual disebut pendonor karbon. Yang kebayang dipikiran saya yaitu negara berkembang seperti Indonesia yang mempunyai hutan sangat luas dapat mengadakan perjanjian dengan negara maju yang ingin membeli kuota emisi Indonesia . . Jadi sinegara pembeli akan melanjutkan atau meningkatkan industri dllnya, sedangkan di Indonesia wajib menjaga sekian luasnya hutan. .
(mungkin agar terjadi keseimbangan yah nais., yang satu ngerusak, yang satu ngejaga. hahahaha)
Tapi tetep aja saya kurang setuju dengan emissions trading.
PROTOKOL KYOTO.
1. Kelebihan :
Jika isi yang dihasilkan dan disetujui (pengurangan emisi) dapat diterapkan dengan benar disetiap negara, maka jelas efek positifnya akan bisa dirasakan dalam jangka waktu panjang kedepan.
2. Kekurangan :
Ada dua negara yang tidak menandatangani isinya, berarti tidak siap untuk mengurangi emisi mereka. , dan untuk sistem penjualan emisi menurut saya PBB hanya setengah-setengah dalam menanggapi isu global warming ini.
Artikel yg cukup menarik menambah wawasan saya mengenai program yg di lakukan dari beberapa negara dlam menangani permasalahan bumi seperti protokol Kyoto,
namun apa solusinya, yang harus qta lakukan karena yg qta rasakan sendiri usaha-usaha penjualan emisi dr berbagai negara telah terlaksana tapi isu global warming masih saja ada dan dampaknya masih qta rasakan sampai saat ini?..
trimakassiii sebelumnya .
Ok ndri pertama menurut saya penjualan emisi bukanlah jalan yang tepat untuk menangani masalah pemanasan global, karena ilustrasinya begini : ( jika ada suatu negara misalnya yang dinilai menghasilkan hanya sedikit emisi di negaranya dan ia memiliki kuota lebih sehingga dapat menjualnya ke negara lain., ini dengan kata lain si negara penjual emisi tersebut berandil besar juga memperparah lap.ozon kita. ia ngga?
Yang kedua . .kita kan tau kalo pemansan global itu diakbatkan oleh aktivitas manusia secara berangsur-angsur dan dalam jangka waktu yang panjang. Menurut saya pemulihannya pun tidak mungkin terlaksana dengan instan, perlu proses, perlu waktu. Marilah kita sebagai warga dunia memberi sumbangsih pada bumi ini, kita mulai dari diri sendiri misalnya dengan menghijaukan sekitar rumah kita, dll nya yang saya kira sdri Indri juga sangat paham . .
Juga semoga dengan adanya protokol Kyoto, konvensi di Bali, dan yg terupdate di Kopenhagen seluruh negara dapat mengurangi emisi nya, ,
trims. ;D